zwani.com myspace graphic comments

Siangkangan do pariban

Malam ini sehabis latihan koor, seperti biasa kami masih nongkrong sambil ngobrol-ngobrol. Seperti biasa juga jika ada obrolan maka kami selalu terlibat dalam satu diskusi, mungkin sekelas diskusi politik kelas kedai kopi, begitulah, diskusi kami tidak perlu menghasilkan satu kesimpulan. Cukuplah sebagai penambah wawasan. Bila ada yang bisa didapat syukur, tidak ada juga bukanlah sebuah dosa. Juga tidak ada satu keharusan bahwa kita harus sepaham dan sepandangan atau seblok dengan orang lain. Yang penting jika kamu punya pendapat maka kamu harus siap untuk dikritisi, dikuliti, dan kamu harus bisa mengungkapakan dan mepertahankan argumenmu. Itu saja.

Kali ini, kami sedang memperbincangkan hubungan kekerabatan yang marpariban dalam kultur batak. Anda tahukan pariban? Pariban adalah sebutan atau panggilan kaum pria kepada putri (anak perempuan) Tulang (saudara laki-laki ibu kita).

Poda (nasehat) yang diberikan oleh orang-orang tua dulu adalah: “Siangkangan do boru ni Tulang”. Artinya anak perempuan Tulang kita lebih dituakan, (dianggap kakak).

Dalam kultur batak, seorang pria “hendaknya” memperistri boru ni Tulang. Tanda kutip 2 dibubuhkan pada kata hendaknya, artinya dalam pemhaman batak memperistri boru ni tulang adalah semacam default dalam hubungan kekerabatan. Namun demikian, bukan menjadi keharusan bahwa setiap pria batak harus beristrikan paribannya. Adat batak juga sangat menghormati kebebasan untuk memilih pasangan hidupnya kok. Adat batak juga bisa memahami dan menghormati ‘perasaan cinta’ antara seorang pria dengan wanita lain yang bukanlah paribannya langsung. Namun dalam hubungan kekerabatan batak, nantinya tetap akan diarahkan dalam rule default tadi. Maksudnya, walaupun wanita lain, yang bukan boru ni tulang, yang akan menjadi istri seorang pria maka, si istri itu akan tetap dimasukkan atau diklasifikasi sebagai pariban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar